Kisah Hamzah bin ‘Abdul Muththalib & Masuknya Islam Umar bin Al-Khaththab

Senin, 15 April 2013 | komentar

Kisah Hamzah bin ‘Abdul Muththalib & Masuknya Islam Umar bin Al-Khaththab

Oleh Ustadz Idral @ salafy.or.id

Kisah Hamzah bin ‘Abdul Muththalib & Masuknya Islam Umar bin Al-Khaththab
  • Hamzah bin ‘Abdul Muththalib

Saat Hamzah dan ‘‘Umar bin Al-Khaththab masuk Islam, posisi kaum muslimin di Makkah bertambah kuat. Namun upaya kaum musyrikin untuk menghentikan dakwah Rasulullah tidak semakin kendor. Melalui paman Nabi,  kaum musyrikin meminta Rasulullah menghentikan dakwahnya. Namun upaya ini pun gagal. Akibatnya, penindasan terhadap kaum muslimin semakin menjadi-jadi.

Abu Jahl semakin hebat memusuhi Rasulullah صلى الله عليه وسلم dan kaum muslimin. Suatu kali dia bertemu dengan Rasulullah صلى الله عليه وسلم. Diapun mencaci maki dan menyakiti beliau. Namun tindakannya itu tidak digubris oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau tidak berbicara sepatah katapun kepadanya. Ternyata ada salah seorang maula (budak) dari ‘Abdullah bin Jud’an mendengar hal ini. Diapun sengaja menyingkir ke balai pertemuan Quraisy di dekat Ka’bah dan duduk bersama mereka. Tak lama kemudian datanglah Hamzah bin ‘Abdul Muththalib sambil menenteng panahnya. Agaknya dia baru pulang berburu.

Dan Hamzah apabila pulang berburu tidak langsung ke rumah keluarganya, namun melakukan thawaf di Ka’bah (lebih dulu). Dia termasuk pemuda bangsawan Quraisy dan berwatak keras. Ketika dia melewati maula tersebut dan waktu itu Rasulullah صلى الله عليه وسلم sudah pulang ke rumahnya, dia (budak tersebut) berkata: “Hai Abu ‘Imarah, seandainya kau melihat apa yang dilakukan Abul Hakam bin Hisyam terhadap ponakanmu, yang dia lihat duduk di sini kemudian dia menyakitinya, mencaci maki dan mencercanya. Kemudian dia pergi dan Muhammad sama sekali tidak berbicara dengannya sepatah katapun.”

Mendengar keterangan ini, Hamzah tidak dapat menahan marahnya, di mana juga Allah memang menghendaki kemuliaan baginya. Hamzah segera keluar dan tidak menyapa siapapun, padahal setiap dia melewati tempat pertemuan itu dia senantiasa berbincang-bincang dengan orang yang ada di sana. Sekarang dia keluar sengaja mencari Abu Jahl untuk memberi pelajaran keras kepadanya.

Ketika Hamzah memasuki masjid dan melihat Abu Jahl duduk dengan beberapa orang, dia sengaja mendekatinya. Setelah dekat dengan Abu Jahl, Hamzah segera memukul kepalanya dengan anak panah yang ada di tangannya sampai berdarah dan berkata: “Kau berani mencaci makinya? Aku di atas agamanya, akupun mengucapkan apa yang diucapkannya. Coba balas, kalau kau berani!”

Beberapa orang yang ada di dekat Abu Jahl dari Bani Makhzum segera berdiri mengepung Hamzah karena ingin membela Abu Jahl. Tapi Abu Jahl berkata: “Tinggalkan  Abu ‘Imarah, aku -demi Allah- benar-benar sudah mencaci maki keponakannya dengan umpatan yang sangat buruk.”

Sejak itu keislaman Hamzah mulai berkembang sempurna. Dan orang-orang kafir Quraisy mulai menyadari bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم bertambah kuat dan mempunyai pembela. Mereka pun mulai mengurangi penindasan mereka terhadap beliau dan para shahabatnya.

Sebagian ahli sejarah menceritakan setelah mengucapkan kata-katanya di depan Abu Jahl itu, Hamzah sempat menyesal dan bingung, kemudian dia berdo’a kepada Allah di sisi Ka’bah. Akhirnya setelah merasa lega dia segera menemui Rasulullah صلى الله عليه وسلم  dan menceritakan keadaannya. Dan beliaupun mendoakan agar Allah mengokohkan Hamzah dalam keyakinannya.

  • Umar bin Al-Khaththab Masuk Islam

Dikisahkan dari riwayat Anas yang dikeluarkan oleh Al-Hakim dan Al-Baihaqi, menyebutkan:

Pada suatu hari ‘‘Umar keluar dengan menyandang sebilah pedang. Di tengah jalan dia bertemu dengan seorang laki-laki dari Bani Zuhrah dan dia berkata: 
Akan ke mana engkau, hai ‘‘Umar?

‘Umar ketika itu menjawab:
 “Mau membunuh Muhammad.

Laki-laki itu berkata lagi: 
Bagaimana engkau dapat merasa aman dari Bani Hasyim dan Bani Zuhrah setelah membunuh Muhammad?
‘Umar berkata pula: “Mungkin engkau sendiri sudah menukar agamamu?

Orang itu menukas: 

Maukah kau aku tunjukkan kejadian yang lebih menakjubkan? Sesungguhnya saudarimu dan iparmu sudah memeluk Islam dan meninggalkan agama nenek moyangmu.”

Mendengar hal ini, ‘Umar segera berbalik dan menuju ke rumah saudari dan iparnya yang kebetulan Khabbab sedang berada di sana. 

Ketika mereka mendengar suara ‘Umar, dia segera bersembunyi di dalam rumah. ‘Umar pun masuk dan berkata: 
Suara apa yang kudengar ini?” Waktu itu mereka sedang membaca surat Thaha.

Keduanya berkata:
 “Tidak ada, hanya kami berbincang-bincang biasa.”

Kata ‘Umar: 
Jangan-jangan kalian berdua sudah masuk Islam?

Iparnya menjawab:
 “Hai ‘Umar, bagaimana jika al-haq itu ternyata bukan berada pada agamamu?

Mendengar hal ini ‘Umar melompat kemudian membanting dan menginjaknya dengan keras. Saudarinya segera datang membela suaminya. Tapi ‘Umar segera memukulnya hingga darah keluar dari wajah saudarinya itu. 

Wanita itu berkata dalam keadaan sangat marah: 
Apakah (kau marah) meskipun al-haq bukan berada pada agamamu? Sungguh aku bersaksi tidak ada Ilah selain Allah dan Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya.”

(Mungkin karena merasa iba), ‘Umar berkata:
 “Coba berikan tulisan apa yang ada pada kalian, aku mau membacanya.” ‘Umar termasuk kalangan terpelajar dan pandai membaca.

Saudarinya menjawab: 
Kamu itu najis. Kitab ini tidak boleh disentuh oleh orang yang najis. Pergilah bersuci!

‘Umar pun beranjak untuk mandi. Kemudian dia mulai membaca surat Thaha. sampai kepada ayat:
إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي
“Sesungguhnya Aku adalah Allah yang tidak ada Ilah selain Aku. Maka beribadahlah kepada-Ku dan tegakkanlah shalat untuk mengingat-Ku.” 
(Thaha: 14)

‘Umar berkata: 
Tunjukkanlah kepadaku di mana Muhammad!

Ketika Khabbab mendengar hal ini, dia segera keluar dari tempat persembunyiannya dan berkata: “Gembiralah, hai ‘Umar. Aku berharap engkaulah yang didoakan oleh Rasulullah صلى الله عليه وسلم: ‘Ya Allah, muliakanlah Islam dengan ‘Umar bin Al-Khaththab atau ‘Amru bin Hisyam’.”{1}

Waktu itu Rasulullah صلى الله عليه وسلم sedang berada di sebuah rumah di dekat bukit Ash-Shafa. ‘Umar segera berangkat ke sana. Dan bertepatan pula di rumah itu ada Hamzah, Thalhah dan beberapa orang lain. 

Hamzah berkata: “Ini ‘Umar datang. Kalau Allah menginginkan kebaikan buat dia, maka dia selamat. Dan kalau tidak, membunuhnya sangat mudah bagi kita.” 
Nabi صلى الله عليه وسلم berada di dalam, kemudian beliau diberitahu lalu keluar.

Begitu ‘Umar masuk, beliau صلى الله عليه وسلم segera mencengkeram pakaian dan pedang ‘Umar sambil berkata: 
Apakah engkau belum juga mau berhenti, hai ‘Umar sampai Allah menurunkan kehinaan bagimu sebagaimana yang dialami oleh Al-Walid bin Mughirah?!”

‘Umar segera berkata: 
Aku bersaksi tidak ada ilah selain Allah dan engkau (Muhammad صلى الله عليه وسلم) adalah hamba Allah dan Rasul-Nya.”

Ibnu Ishaq mengatakan: “Setelah ‘Umar masuk Islam, para shahabat Rasulullah صلى الله عليه وسلم merasa mendapat pertolongan. Begitu juga halnya ketika Hamzah masuk Islam.”

Ibnu Mas’ud mengatakan:
 “Kami tidak pernah mampu shalat di sisi Ka’bah hingga ‘Umar masuk Islam.”

Di dalam Shahih Al-Bukhari disebutkan:
 “Kami senantiasa merasa terhormat sejak ‘Umar masuk Islam.”

Melihat urusan Rasulullah صلى الله عليه وسلم semakin bertambah kokoh, mereka (orang-orang musyrikin) pun sekali lagi menemui Abu Thalib agar dia membujuk Rasulullah صلى الله عليه وسلم. 
 Mereka berkata: 
Hai Abu Thalib. Sesungguhnya engkau mempunyai usia yang cukup berpengalaman, kedudukan dan kemuliaan. Dan kami pernah meminta kepadamu agar menghentikan anak saudaramu tapi ternyata tidak engkau lakukan. Dan demi Allah, kami tidak bisa bersabar lagi melihat dia mencaci maki nenek moyang kami, membodoh-bodohi pemuka kami dan mencela sesembahan kami, sampai engkau menahannya dari kami atau engkau dan dia kami hadapi sampai salah satu dari kita binasa. (Atau sebagaimana dikatakan mereka).

Hal ini sangat memberatkan Abu Thalib, di mana dia harus berpisah dan bermusuhan dengan kaumnya. Dia pun menemui Rasulullah صلى الله عليه وسلم dan berkata: 
Hai anak saudaraku. Kaummu menemuiku dan mengatakan inidan itu. Sekarang tinggallah engkau dan aku saja. Dan janganlah kau bebankan aku sesuatu yang tidak sanggup aku memikulnya.”

Ketika itu Rasulullah صلى الله عليه وسلم menyangka barangkali pamannya telah melihat sesuatu. Dan mungkin dia sudah merasa tidak sanggup membela beliau dan akan menyerahkannya ke tangan Quraisy. Maka Rasulullah صلى الله عليه وسلم berkata: 
Hai pamanku. Demi Allah seandainya mereka letakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku agar aku menghentikan dakwah ini, maka selamanya aku tidak akan meninggalkannya sampai Allah sendiri yang akan memenangkan agama ini atau aku binasa karenanya.”

Kemudian beliau berpaling dan menangis, lalu berdiri. Dan ketika beliau beranjak pergi, Abu Thalib memanggilnya: 
Menghadaplah ke mari, hai anak saudaraku. Menghadaplah!” Maka Rasulullah صلى الله عليه وسلم pun menghadap ke pamannya. Abu Thalib bekata: 
Menghadaplah, dan katakanlah apapun yang engkau sukai. Demi Allah aku tidak akan menyerahkan engkau kepada siapapun selama-lamanya.”

Melihat bahwa Abu Thalib juga tidak mampu menghentikan Rasulullah صلى الله عليه وسلم merekapun bertambah sengit memusuhi kaum muslimin. Setiap kabilah menangkap orang dari pihak mereka yang masuk Islam untuk disiksa.
(Dinukil dari  asysyariah.com/ibrah)

[1] HR.  At-Tirmidzi kata beliau gharib dan An-Nadhr Abu ‘Umar kata Al-Imam Al-Bukhari dia munkarul hadits. 

Share this article :
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Islam - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger